ASAL-USUL DANAU MEGOTO
Alamat : Desa Ononamolo Tumula, Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara,
Provinsi Sumatera Utara, Indonesia
Sumber Informasi : Yanueli Zalukhu, SE., HP / WA : 0812 6465 7788
Dahulukala di kampung Fulolo Talulahomi, ada seorang laki-laki bernama Losu Olayama Duha. Losu Olayama Duha mempunyai dua orang istri bernama Ananua Bagi Sotora dan Siwoni Sawai Ana’a.
Pada istri pertamanya yang bernama Ananua Bagi Sotora, Losu Olayama Daura memiliki Sembilan anak laki-laki bernama Taeronumbowo Boro Zebua, Bo’e Samago Nadaoya, Zibawabawa Laowo Hela, Lahari Yawa Galito, Lawiti Sihangao Bawa, Guraewe Sogamo Angi, Lahari Galito Faoma, Sawa Laindo Ana’a, dan satu orang anak perempuan bernama Silisa Siamalomalo Duha.
Di istrinya yang kedua, Losu Olayama Daura hanya mempunyai 1 (satu) anak yaitu anak perempuan bernama Siriti Zuzu Dawola.
Suatu hari keluarga Losu Olayama Daura kedatangan seorang tamu bernama Falalawa Niha. Anak dari Balugu Hia Zawa Zawa dari kampung Hili Zalawa Ahe dari arah Selatan. Pemuda ini sangat ganteng dan gagah.
Pada pagi hari sebelum kesembilan putra dari Losu Olayama Daura pergi berburi di hutan Falalawa Niha mengutarakan maksudnya untuk melamar Ziliza Siamalomalo Duha. Tetapi jawaban yang ia terima dari kesembilan saudara laki-laki dari Siliza Siamalomalo Duha bukan tanggapan yang ia harapkan. Ke Sembilan bersaudara itu justru marah dan mengusir Falalawa Niha secara kasar.
Merasa diusir dan dihina seperti itu, Falalawa Niha tidak bisa terima maka dia tidak langsung meninggalkan kampung Fulolo Talulahomi. Dia berhenti di unjung kampung, menunggu sampai Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya pergi berburu.
Ketika suara-suara anjing dan orang-orang pemburuh sudah mulai terdengar dari dataran luas di sebelah kampung Fulolo Talulahomi, Falalawa Niha bergeras menuju rumah Losu Olayama Daura yang hanya dijaga oleh Silizi Siamalomalo Duha tersebut. Mendapati rumah dalam keadaan pintu terkunci, maka Falalawo Niha masuk ke dalam rumah lewat “Bawa Duasa”. Sesampainya di dalam rumah, Falalawa Niha langsung menghunus pedang dan menebas leher Siliza Ziamalomala Duha, lalu bergegas meninggalkan kampung Fulolo Talulahomi menuju rumah orang tua nya di Hili Salawa Ahe dengan membawa kepala Siliza Siamalomalo Duha.
Menjelang senja, Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya kembali ke rumah dengan membawa beberapa ekor binatang hutan hasil buruan mereka. Seperti biasanya, sekembalinya mereka dari berburu, ke Sembilan bersaudara itu berteriak memanggil-manggil nama Siliza Siamalomalo Duha dari bahwa tangga rumah agar adik mereka tersebut turun melihat hasil buruan kakak-kakaknya. Namun setelah berteria beberapa kali dan tidak ada sahutan dari dalam rumah, maka dengan perasaan penuh curiga ke Sembilan bersaudara tersebut menerobos masuk ke dalam rumah dan mereka menemukan saudara perempuan mereka yang amat mereka sayangi tersebut di atas tempat tidur dalam keadaan tewas tanpa kepala.
Menghadapi kenyataan yang sangat tidak mereka harapkan itu maka ke Sembilan bersaudara itu menjadi sangat marah. Mereka yakin bahwa pelaku pembunuhan terhadap adek mereka tak lain adalah Falalawa Niha. Setelah berunding beberapa saat, ke Sembilan saudaranya yang gagah perkasa tersebut bergegas menuju kampung Hili Zalawa Ahe dengan membawah senjata “toho” dan “gari”. Tekad mereka adalah melakukan pembalasan terhadap perbuatan pemuda yang telah mencabut nyawa adek mereka dan membawa pulang kepala adek mereka yang mereka sayangi itu.
Namun sesampai di kampung Hili Zawala Ahe mereka menemukan kampung tersebut dalam keadaan telah dipagari dengan pagar yang tinggi dan kokoh. Tidak ada peluang bagi mereka untuk dapat menerobos pagar tersebut, maka ke Sembilan bersaudara itu kembali ke Fulolo Talulahomi untuk menyusun rencana selanjutnya.
Ketika itu, di kampung Boto Niha You ada seorang pria sakti yang gagah perkasa bernama Boro Hoya, anak dari Balugu Boha Taru Awoni. Selain kemampuannya melompati pagar yang tinggi dikenal dengan sebutan Nioboho-boho, konon Boro Hoya ini memiliki kesaktian dalam menyambung kembali bagian tubuh yang sudah putus.
Menyadari singkatnya waktu dan terbatasnya kemampuan mereka dalam menerobos kampung Hili Zalawa Ahe yang sudah dipagari tersebut, maka ke Sembilan bersaudara ini memutuskan untuk meminta bantu kepada Boro Hoya dan beberapa pemuda perkasa lainnya untuk bersama-sama mereka melakukan penyerangan terhadap kampung Hili Zalawa Ahe. Kepada Boro Hoya mereka membuat perjanjian bahwa apabila kepala Silizi Siamalomalo Duha dapat dibawah pulang dan Boro Hoya mampu menyambungkan kembali kepala adek mereka tersebut, maka Boro Hoya berhak mengambil Silizi Siamalomalo Duha sebagai istrinya.
Setelah kesepakatan sudah diambil strategi sudah diatur, dan persenjataan sudah lengkap maka barisan penyerang berangkat menuju Hili Zawala Ahe. Sesampai di pinggir pagar Hili Zalawa Ahe Boro Hoya langsung melompati pintu pagar, menebas berbagai palang pintu dengan pedangnya dan membuka pintu pagar bagi ke Sembilan bersaudara dari Ta’eronumbowo dan penyerang lainnya. Lelalui pertarungan sengit dan melelahkan akhirnya Falalawa Niha dan kampung Hili Zalawa Ahe berhasil ditaklukan. Lalu kepala Siliza Siamalomalo Duha ditemukan dalam keadaan telah digantung di atas yang dinamakan “gandauli gosali”. Dengan satu kali lompatan saja, Boro Hoya berhasil menebas tali pengikat kepala Siliza Siamalomalo Duha tersebut, dan membawanya pulang ke Fulolo Talu Lahomi bersama satu orang saudara perempuan dari Falalawa Niha yang bernama Siti Omasi Fanikha.
Dalam waktu sekejap, terdengar kabar bahwa kampung Hili Zawala Ahe dan kampung-kampung di sekitarnya akan menyerang balik kampung Fulolo Talu Lahomi, khususnya Ta’eronumbowo dan delapan orang saudaranya. Dalam keadaan panik seperti itu maka Ta’eronumbowo beserta delapan orang saudara kandungnya dan satu orang saudara tiri mereka melarikan diri ke arah Utara denga menyusuri pinggir pantai.
Setelah berjalan beberapa lama maka tibalah mereka di muara sebuah sungai besar yang dikenal dengan nama Sungai Oyo. Pada waktu itu, di dekat muara sungai Oyo ada kampung dikenal dengan nama kampung Gamazili. Kampung Gamazili tersebut diketuai oleh Lalai Mbanua. Lalai Mbanua ini adalah kakek moyang kampung Ononamolo Tumula yang terletak di Desa Ononamolo Tumula, Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara dan masih ada hingga saat ini di kalangan Ahli Waris Lalai Mbanua. Lalai Mbanua dengan sebuatan tuada Lalai Mbanua. Selanjutnya, dalam “Asal-Usul Danau Megoto” ini, nama tuada Lalai Mbanua lah yang dipakai.
Setelah menceritakan persoalan yang mereka hadapi kepada Tuada Balugu Lalai Mbanua Zalukhu, maka Ta’eronombowo dan saudara-saudaranya diperkenangkan tinggal di kampung Gamazili itu. Namun setelah beberapa waktu lamanya, Ta’eronumbowo merasa kurang nyaman tinggal di kampung itu jika tanpa ikatan apa-apa dengan Ketua penguasa adatnya.
Maka menghadaplah Ta’erenumbowo kepada Tuada Lalai Mbanua Zalukhu untuk mengutarakan keinginanannya menjodohkan saudara perempuan tirinya kepada anak laki-laki Tuada Lalai Mbanua bernama Hofu Lala. Dan apa bila diperkenangkan, Ta’eronumbowo pun mau mempersunting putri Tuada Lalai Mbanua yang bernama Buruti Sawa.
Tuada Lalai Mbanua menyetujui hal tersebut dengan kesepakatan bahwa segala aturan dan adat-istiadat yang berlaku di Kampung Gamazili diterima dan dipatuhi oleh Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya. Maka terlaksanalah acara pernikahan antara Ta’eronumbowo dengan Buruti Zawa dan antara Hofu Lala dan Siriti Zuzudawola. Catatan : dalam adat Nias, perkawinan silang seperti ini dikenal dengan istilah “samasulo”.
Setelah acara pernikahan usai maka Tuada Lalai Mbanua menujuk satu bidang tanah yang bertopografi agak tinggi di Hili Godori, yaitu perbukitan yang terletak di antara sungai Tumula dan sungai Gamasili, untuk ditempati oleh Ta’eronumbowo beserta keluarga dan saudara-saudaranya. Maka diatas tanah tersebutlah Ta’eronombowo dan ke delapan saudaranya mendirikan rumah secara berderet. Mereka bertani di daerah itu dan hasil buruan mereka selalu berlimpah untuk lauk pauk sehari-hari.
Suatu hari, Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya pergi lagi berburu. Tidak seperti biasanya, hingga menjelang siang hari itu, tak seekor hewan liar pun berhasil mereka tangkap. Namun tidak lama kemudian, anjing-anjing yang mereka bawa untuk membantu mengejar hewan buruan tiba-tiba menggonggong saling bersahutan. Tetapi kali ini anjing-anjing tersebut hanya diam ditempat sambil terus menggonggong. Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya pun mendekat dengan tombak di tangan siap dilempar ke arah hewan yang diburu.
Ketika melihat binatang yang dinggonggong anjing-anjing itu adalah seekor rusa besar maka Sembilan bersaudara itu, siap menghujani rusa itu dengan tombak. Tetapi, tiba-tiba rusa itu berkata: Jangan Bunuh Aku. Aku adalah rusa pembawa rejeki buat kalian. Bawahlah aku ke dalam rumah dan kalian mintalah apapun makanan yang kalian mau pasti ku berikan.
Maka mereka bawahlah rusa itu dan mereka tempatkan disuatu tempat di dalam rumah dan sejak saat itu makanan apapun yang mereka minta pasti tersedia saat itu juga.
Setelah situasi yang berkelimpahan makanan ini mereka nikmati selama beberapa bulan. Datanglah satu perintah dari : “Rusa si Sumber Makanan Tanpa Api” itu untuk memagari sekeliling Hili Godori, perbukitan yang mereka tinggali, dan memberi pantangan orang dari luar tidak boleh masuk ke dalam dan orang dari dalam tidak boleh keluar pagar itu selama 9 (sembilan) tahun lamanya. Pantangan lain yang diberikannya adalah tidak boleh meludah sembarangan dan tidak boleh mengeluarkan kata-kata kasar atau makian di dalam kampung itu. Mereka menjalankan perintah tersebut dan mematuhinya dengan baik. Penduduk di luar Hili Godori pun ikut menikmati makanan pemberian Rusa si Sumber Makanan Tanpa Api itu dengan cara diantar hingga pintu gerbang pagar tanpa ada yang keluar ataupun masuk melewati pagar.
Namun, saudara permepuan tiri mereka yang menikah dengan anak tuada Lalai Mbanua Zalukhu merasa tidak puas jika hanya menikmati makanan yang dikirim oleh saudara-saudaranya. Ia ingin melihat langsung Rusa sisumber makanan tanpa api tersebut.
Maka datanglah dia ke pintu pagar sambil teriak-teriak minta kakak-kakaknya membuka pintu baginya. Ia ingin melihat Rusa si Sumber Makanan Tanpa Api tersebut.
Selama satu minggu Siriti Zuzudawola merengek-rengek di luar pagar, berteriak dan menangis meminta dibukakan pintu untuknya. Namun kakak-kakaknya tidak seorang pun berani membukanan pintu. Namun memasuki minggu kedua, salah seorang kakaknya yang merasa terganggung dan sekaligus kasihan pada Siriti Zuzudawola akhirnya mencabut pagar kayu itu satu per satu hingga Siriti Zuzudawola bergegas masuk.
Baru beberapa langkah Siriti Zuzudawola melewati pagar, Rusa si Sumber Makanan Tanpa Api itu beranjak dari tempatnya dan dari setiap benda yang diinjaknya keluar mata air yang deras. Lalu ia berubah wujud menjadi seekor ayam jantan berbulu putih. Ia melompat ke “Bawa Duasa” dan kemudian terbang jauh tanpa diketahui kemana dia pergi. Saat itu juga kampung Hili Godori yang ditempati Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya tenggelam beserta seluruh manusia dan benda yang ada di dalam seketika itu juga kampung tersebut berubah menjadi sebuah danau yang disebut dan hingga sekarang dikenal dengan DANAU MEGOTO.
Takan ada seorang pun dari keluarga Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya yang berhasil dari tenggelamnya kampung Hili Godori tersebut. Konon, itulah sebabnya Tuada Lalaimbanua menyebut kampung yang tenggelam itu dengan nama Megoto. Nama itu diberikan sekaligus untuk menegaskan bahwa Ta’eronumbowo dan saudara-saudaranya tidak memiliki lagi “nga oto” atau keturunan. Karena seluruhnya sudah ikut tenggelam pada saat tenggelamnya kampung Hili Godori.
Kampung Hili Godori yang tenggelam tahun ……. menjadi danau terbesar di Kepulauan Nias yang dikenal bernama DANAU MEGOTO dengan luas lebih 12 (dua belas) hektar. Menurut informasi dari orang-orang yang pernah tinggal / berladang disekitar Danau Megoto, setiap tahun selalu terjadi peristiwa-peristiwa aneh dari dalam Danau Megoto. Peristiwa-peristiwa aneh tersebut berupa suara-suara berbagai jenis binatang seperti ayam berkokok dari dasar danau, suara-suara orang menumbuk padi, kulit padi “jerami” yang muncul di atas permukaan danau dan berbagai peristiwa aneh lainnya. Namun peristiwa itu lebih banyak terjadi saat berita injil masih belum masuk ke bumi Nias dan sejak berita injil masuk ke Nias, peristiwa-peristiwa aneh tersebut nyaris tidak pernah terjadi lagi.
Pembukaan badan jalan dengan lebar 15 (lima belas) meter sejauh hampir 3 (tiga) kilo meter dari Jalan Raya sampai ke Danau Megoto telah berhasil pada tahun 2018 dan jaringan Listrik / PLN telah masuk sejauh 700 (tujuh ratus) meter pada tahun 2019 oleh pemerintah daerah Kabupaten Nias Utara dalam periode jabatan Kepala Desa Ononamolo Tumula bernama Yanueli Zalukhu, SE.
Belum ada atraksi
Belum ada homestay